Logo POSIND

About Us

Products

Media & Information

Business Partnership

PPID

Contact Us

Museum Pos Indonesia

Kebijakan Privasi PosIND

Peluncuran Prangko Bersama Indonesia-Kolombia (Joint Issue of Stamps)

Thumbnail News Peluncuran Prangko Bersama Indonesia-Kolombia (Joint Issue of Stamps)

Jakarta, 9 November 2020. Bertempat di Grand Ballroom Hotel Fairmont Jakarta, telah dilakukan peluncuran prangko bersama Indonesia-Kolombia (Joint Issue of Stamps) bersamaan dengan acara Indonesia-Latin America and the Caribbean Business Forum (INA-LAC). Peluncuran prangko yang diterbitkan dalam rangka peringatan 40 Tahun Hubungan Diplomatik Indonesia dan Kolombia (Telah terbit dan mulai beredar sejak 15 September 2020) tersebut ditandai dengan penandatanganan Sampul Hari Pertama (SHP) JIS Indonesia-Kolombia oleh Direktur Jenderal Amerika dan Eropa, I Gede Ngurah Swajaya dan Duta Besar Republik Kolombia di Jakarta, Juan Camilo Valencia Gonzales (mewakili Pemerintah Kolombia) serta didampingi oleh Nezar Patria, Direktur Kelembagaan PT Pos Indonesia (Persero). Kegiatan INA-LAC diselenggarakan secara hybrid (virtual) dan presensial secara terbatas dan dibuka oleh Menteri Luar Negeri RI serta dihadiri oleh beberapa pejabat tinggi Pemerintah Indonesia dan Duta Besar negara-negara dari Amerika Latin dan Karibia di Jakarta serta para mitra kerjasama. Kegiatan yang sama juga dilakukan secara virtual maupun presensial oleh beberapa negara anggota dalam waktu yang bersamaan. Dalam kegiatan tersebut, Nezar Patria mewakili PT Pos Indonesia (Persero) berkesempatan menyerahkan souvenir berupa blowup prangko JIS Indonesia-Kolombia dengan Cap Khusus Hari Pertama dan replika Burung Cenderawasih kepada Juan Camilo Valencia Gonzales dan I Gede Ngurah Swajaya.      

Bagi Indonesia, Kolombia adalah negara sahabat yang penting. Kolombia adalah partner perdagangan terbesar ke-enam di Amerika Selatan. Kolombia juga partner investasi kedua terbesar di kawasan tersebut (2019). Hubungan diplomatik Indonesia-Kolombia berlangsung sejak 15 September 1980 melalui penandatanganan Joint Communique di Jenewa oleh Watap RI, Atmono Suryo dan Duta Besar Kolombia untuk Roma, Mr. Jaramillo. Tahun 1983, Kolombia menaikan peringkat konsulat di Jakarta menjadi kedutaan besar, hingga 29 November 2002, ketika kedutaan ditutup karena alasan restrukturisasi, dan dibuka kembali 28 Oktober 2011. Indonesia membuka kedutaan besar di Bogota sejak Mei 1989, dan duta besar pertama untuk Kolombia dijabat oleh Dr. Trenggono, yang menyerakan surat kepercayaan untuk Presiden Virgilio Barco Vargas pada 16 Juni 1989. Pada 7 Maret 2011, Presiden Kolombia, Juan Manuel Santos Calderon mengumumkan akan membuka kembali Kedutaan Besar Kolombia di Jakarta dan menyampaikan bahwa Kolombia dan Indonesia adalah bagian dari pasar negara berkembang yang memiliki kesamaan latar belakang ekonomi dan sepakat untuk memperkuat hubungannya dengan Indonesia dan Asia secara umum. 

Hubungan kedua negara di bidang politik terjalin dengan baik, didasari sikap saling menghormati, kerjasama dan saling pengertian. Kerjasama dilakukan melalui pemberian dukungan terhadap pencalonan wakil untuk menduduki kepemimpinan di lembaga/ organisasi internasional, dan saling kunjung antar pejabat tinggi dari kedua negara. Sejalan perkembangan globalisasi dan era teknologi, persepsi terhadap jarak geografis yang sebelumnya dipandang sebagai kendala, kini berubah. Kedekatan tidak lagi tergantung jarak, tetapi ditentukan oleh kepentingan kedua belah pihak akibat tingginya intensitas hubungan di segala bidang. Terdapat 4 MoU yang sudah ditandatangani, menyangkut kerjasama perdagangan, pertanian, pemberantasan produksi dan perdagangan narkotika dan bidang pemeriksaan sektor publik serta pembentukan grup kerjasama bilateral antar parlemen (2015-2019). Mekanisme dialog bilateral tertinggi antara kedua negara adalah Joint Commission/ Sidang Komisi Bersama RI-Kolombia, yang pertemuan pertamanya telah diselenggarakan tanggal 3 Mei 2013 di Bogota, Kolombia.
 
Perdagangan bilateral Indonesia-Kolombia menunjukan surplus yang didominasi oleh ekspor Indonesia. Ada banyak produk Indonesia yang telah memiliki pasar cukup bagus di Kolombia dan produk lainnya yang cukup potensial untuk dikembangkan. Peningkatan hubungan juga dilakukan pada sektor pariwisata dan peningkatan kapasitas diantara kedua negara. KBRI setiap tahunnya menawarkan beasiswa untuk belajar di Indonesia dan terus aktif menyelenggarakan event-event promosi bekerjasama dengan Pemda dan perguruan tinggi di Kolombia. Pemerintah Kolombia juga memberikan beasiswa setiap tahun kepada pemandu wisata dan wartawan Indonesia untuk belajar bahasa Spanyol di Kolombia. Dalam rangka meningkatkan pamor batik ke seluruh dunia, KBRI juga mengadakan pengenalan dan workshop Batik di Kolombia. Federasi Bulutangkis Kolombia juga pernah mengirimkan atlit dan pelatihnya untuk mengikuti pelatihan di Indonesia.

Dalam rangka penerbitan prangko bersama seri “40 Tahun Hubungan Diplomatik Indonesia-Kolombia ini, Indonesia menampilkan satwa unik dan etnik yang menghuni hutan tropis Papua, yakni Burung Cenderawasih (Paradisaea minor). Sekitar tahun 1500-an, kulit Burung Cenderawasih pernah dibawa ke Spanyol untuk menjadi oleh-oleh dari salah satu raja di Nusantara, sebutan Indonesia pada waktu itu. Bangsa Spanyol dan beberapa ahli binatang terpesona pada keindahan bulunya. Menurut mereka, Burung Cenderawasih seperti berasal dari surga, hingga kemudian burung ini dikenal sebagai Bird of Paradise. Cenderawasih rata-rata memiliki panjang tubuh 30 cm s.d. 43 cm. Makanannya adalah buah-buahan dan serangga kecil. Untuk menarik perhatian sang betina, burung ini memiliki kebiasaan unik dengan memamerkan bulu indahnya lewat sebuah tarian.

Dari Kolombia menampilkan Burung Tangara Multicolor (Chlorochrysa nitidissima), yang endemik dan sudah jarang ditemui di Pegunungan Kolombia. Tahun 2010, burung ini telah dikategorikan rentan (VU) oleh IUCN. Tangara Multicolor adalah burung berkicau dengan panjang tubuh sekitar 12 cm. Burung jantan memiliki tubuh berwarna-warni, sedangkan yang betina lebih kusam dan tidak memiliki mantel kuning dan bercak hitam di bawah tubuhnya. Nama genus Chlorochrysa mengacu pada warna hijau dan kuning cerah pada bulunya. Sedangkan spesies nitidissima berarti "sangat cerah", mengacu pada keindahan bulunya. Burung ini memakan serangga dan juga buah-buahan.

The Mola, atau Molas, adalah tekstil buatan tangan yang merupakan bagian dari pakaian tradisional wanita Kuna. Orang Kuna sebagian berasal dari Panama tetapi ada juga yang tinggal di desa-desa kecil di Kolombia. Blus mola dibuat ketika dua panel mola digabungkan sebagai panel depan dan belakang dari bagian yang sama. Kostum tradisional yang lengkap mencakup rok berpola, kerudung merah dan kuning, manik-manik lengan dan kaki, cincin hidung emas, dan anting-anting, di samping blus mola. Wanita Guna atau Kuna mulai membuat mola setelah mereka mencapai masa puber, beberapa bahkan pada usia yang jauh lebih muda. Di Dulegaya, bahasa asli Guna, "Mola" berarti "kemeja" atau "pakaian". Mola berasal dari tradisi perempuan kuna yang melukis tubuh mereka dengan desain geometris, menggunakan warna-warna alami yang tersedia di alam. Dalam perkembangannya, desain yang sama ini ditenun dengan kapas, dan dijahit menggunakan kain. Barulah mereka mulai mentransfer desain geometris tradisional mereka pada kain dengan teknik applique terbalik.

Batik adalah kain bergambar yang pembuatannya dilakukan secara khusus dengan menuliskan atau menerakan “malam” (sejenis cairan lilin) pada kain, kemudian diolah dan diwarnai dengan cara khusus pula. Batik Indonesia, sebagai keseluruhan teknik, teknologi, serta pengembangan motif dan budaya yang terkait, oleh UNESCO telah ditetapkan sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity) sejak 2 Oktober 2009. Secara etimologi, kata batik berasal dari bahasa Jawa “ambhatik”, dari kata “amba” yang berarti lebar dan “titik”, kemudian berkembang menjadi “batik”, yang berarti menghubungkan titik-titik menjadi gambar tertentu pada kain yang luas atau lebar. Salah satu ciri khas batik adalah penggambaran motif pada kain dengan cara menggoreskan “malam” atau cairan lilin yang ditempatkan pada wadah yang bernama Canting atau cap.

Canting (bahasa Jawa) adalah alat yang dipakai untuk memindahkan atau mengambil cairan yang digunakan untuk membuat batik tulis. Canting terbuat dari tembaga dan bambu atau kayu yang berfungsi sebagai pegangannya, tetapi saat ini bahan Canting mulai digantikan dengan teflon. Canting dipakai untuk menuliskan pola batik dengan cairan “malam”. Struktur Canting terdiri dari tempat penampungan cairan lilin, tempat keluarnya cairan “malam” panas saat menulis batik dan gagang atau pegangan. Ukuran Canting dapat bermacam-macam sesuai besar kecilnya lukisan batik yang akan dibuat. Saat digunakan, pengrajin memegang Canting seperti menggunakan pena, mengisi “nyamplung” dengan lilin cair dari “wajan” tempat memanaskan malam. Pengrajin kemudian meniup cairan lilin yang masih panas untuk menurunkan suhunya, kemudian melukiskan cairan malam yang keluar dari “cucuk” ke atas gambar motif batik yang sebelumnya telah dilukis dengan pensil. 

Pos Indonesia Logo

Follow PosIND

  • Icon Facebook
  • Icon Instagram
  • Icon Twitter
  • Icon TikTok
  • Icon YouTube
© PT Pos Indonesia (Persero) 2023